Lewat Bimbingan Belajar Primagama, Purdi berhasil menjadi
pengusaha sukses. Untuk meraih impiannya Purdi berhenti kuliah. Akhirnya
ia berhasil juga mendapatkan gelar dari lembaga pendidikan yang
dibentuknya sendiri.
Sosok
Purdi E. Chandra kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Lembaga
Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama yang didirikannya bahkan masuk ke
Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota
besar di Indonesia dengan 100 ribu siswa tiap tahun. Apa resep suksesnya
sehingga Primagama kini menjadi sebuah holding company yang membawahi
lebih dari 20 anak perusahaan?
Lego Motor, Berhenti Kuliah
Bukan suatu kebetulan jika pengusaha sukses identik dengan kenekatan
mereka untuk berhenti sekolah atau kuliah. Seorang pengusaha sukses
tidak ditentukan gelar sama sekali. Inilah yang dipercaya Purdi ketika
baru membangun usahanya.
Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris
dan Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan
kecemerlangan otak Purdi. Hanya saja ia merasa tidak mendapatkan apa-apa
dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih
gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang
penuh cita -cita dan idealisme ini pun nekad meninggalkan bangku kuliah
dan mulai serius untuk berbisnis.
Sejak saat itu pria kelahiran Punggur, Lampung Tengah ini mulai
menajamkan intuisi bisnisnya. Dia melihat tingginya antusiasme siswa SMA
yang ingin masuk perguruan tinggi negeri yang punya nama, seperti UGM.
Bagaimana jika mereka dibantu untuk memecahkan soal-soal ujian masuk
perguruan tinggi, pikirnya waktu itu. Purdi lalu mendapatkan ide untuk
mendirikan bimbingan belajar yang diberi nama, Primagama.
Saya mulai usaha sejak tahun 1982. Mungkin karena nggak selesai
kuliah itu yang memotivasi saya menjadi pengusaha, kisah Purdi. Lalu,
dengan modal hasil melego motornya seharga 300 ribu rupiah, ia
mendirikan Bimbel Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat
menjadi dua. Muridnya hanya 2 orang. Itu pun tetangga. Biaya les cuma 50
ribu untuk dua bulan. Kalau tidak ada les maka uangnya bisa
dikembalikan.
Segala upaya dilakukan Purdi untuk membangun usahanya. Dua tahu
setelah itu nama Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak.
Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Purdi pun berinovasi
untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini.
Sebenarnya yang bikin Primagama maju itu setelah ada program jaminan
diri, ungkapnya soal rahasia sukses mengembangkan Bimbel Primagama.
Kalau ikut Primagama pasti diterima di Universitas Negeri. Kalau nggak
uang kembali. Nah, supaya diterima murid-murid yang pinter kita angkat
jadi pengajar. Karena yang ngebimbing pinter, ya 90% bisa lulus ujian
masuk perguruan tinggi negeri, lanjutnya.
Mengembangkan Sistem Waralaba
Karena
reputasinya Bimbel Primagama makin dikenal di Kota Pelajar, Yogya.
Purdi tak cepat berpuas diri. Ia ingin mengembangkan cabang Primagama di
kota lain. Mulailah cabang-cabang Primagama bermunculan di Bandung,
Jakarta dan kota besar lain di Indonesia.
Purdi juga berinovasi mengembangkan sistem franchise atau waralaba
(pemberian hak pada seseorang dalam penggunaan merek untuk menjalankan
usaha dalam kurun waktu tertentu). Di Pekanbaru, Sampit ( Kalimantan
Tengah) dan Tangerang telah dibuka cabang dengan sistem ini. Menurutnya
sistem ini sangat tepat untuk dikembangkan sebab usaha bisa berkembang
tanpa harus menyiapkan dana sendiri.
Sistem ini lebih menguntungkan untuk mengembangkan usaha kita
daripada cara yang lainnya. Selain tak perlu merogoh kocek untuk
investasi lagi ternyata keuntungan sebagai pemilik merek cukup besar.
Yang jelas orang lain membayar merek dan royalti tiap bulannya pada
kita, jelas ayah dari Fesha dan Zidan ini.
Purdi yakin merek lokal bisa berkembang dengan sistem ini dan bukan
terbatas pada produk makanan saja. Jika merek lokal bisa masuk bisnis
waralaba bukan tidak mungkin akan menjadi produk ini bisa jadi produk
global seperti McDonald. Namun ia menyayangkan di Indonesia belum ada
lembaga yang menyiapkan sistem waralaba mulai dari persiapan awal hingga
jadi.
Pengusaha Yang Berani
Keberanian adalah salah modal wirausaha. Purdi menyatakan seorang
wirausaha harus berani mimpi, berani mencoba, berani merantau, berani
gagal dan berani sukses. Lima hal ini adalah hasil dari pengalamannya
selama ini.
Sejak dini Purdi sudah dididik berjiwa usaha. Di bangku SMP ia sudah
beternak ayam dan bebek, kemudian menjual telurnya ke pasar. Purdi
bermimpi kelak ia akan menjadi pengusaha sukses.
Berani mimpi menurut Purdi adalah cetak biru dari sebuah visi ke
depan seorang wirausaha. Mimpi itu akan mensugesti seseorang untuk
berhasil dan mengerahkan semua kemampuannya untuk mencapai visinya.
Mimpi ini pula akan memotivasi bawahannya dan menciptakan lingkungan
kerja yang lebih dinamis.
Orang yang memiliki mimpi besar dicontohkan Purdi adalah Bill Gates
yang bermimpi kelak di semua rumah di dunia akan memiliki computer. Atau
juga Michael Dell yang bermimpi mengalahkan perusahaan komputer raksasa
IBM. Mereka ini menurut Purdi orang yang yakin mimpinya akan jadi
kenyataan dengan kerja keras.
Orang itu tidak pernah gagal,
hanya saja dia berhenti mencoba, tukas pria yang mendapatkan gelar dari
lembaga pendidikan yang dibentuknya sendiri. Purdi mengingatkan jika
seorang ingin berhasil dalam bisnis harus berani mencoba. Situasi sulit
justru membuat seorang wirausaha semakin tertantang.
Soal merantau,
Purdi muda sudah berani meninggalkan kota kelahirannya dan mencoba
mandiri dengan bersekolah di salah satu SMA di Yogyakarta. Ibunya, Siti
Wasingah dan ayahnya, Mujiyono, merestui keinginan kuat anaknya untuk
mandiri. Dengan merantau Purdi merasa tidak tergantung dan bisa melihat
berbagai kelemahan yang dia miliki. Pelan-pelan berbagai kelemahan itu
diperbaiki oleh Purdi. Hasilnya, Ia mengaku semakin percaya diri dan
tahan banting dalam setiap langkah dalam bisnisnya.
Gagal dan berhasil ada dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Namun, bagaimana menyikapi sebuah kegagalan itu yang penting. Baginya,
pengalaman gagal dapat dipergunakan untuk menemukan kekuatan baru agar
bisa meraih kesuksesan kembali.
Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita,
membersihkan pikiran kita, memperluas wawasan kita, membersihkan pikiran
kita dari keangkuhan dan kepicikan, serta untuk lebih mendekatkan diri
kita pada Tuhan, kata pria yang mengaku pernah 10 kali gagal saat
membuat restoran Padang.
BODOL, BOTOL dan BOBOL
Purdi mengaku punya resep manjur bagi yang ingin berwirausaha, yaitu
BODOL, BOTOL dan BOBOL. Mungkin masih kedengaran aneh di telinga, namun
ia meyakinkan bahwa resep ini berguna bagi yang merasa ragu-ragu dan
terlalu banyak perhitungan dalam berusaha yang malah menghambat rencana
mereka untuk berwirausaha.
Jika orang bingung ketika memulai bisnis karena tak punya modal,
menurut Purdi gunakan saja resep BODOL yaitu Berani, Optimis, Duit,
Orang Lain. Dalam bisnis diperlukan keberanian dan rasa optimis. Jika
tidak punya uang tidak ada salahnya pinjam duit orang lain. Pasti ada
orang yang mau membiayai bisnis yang akan kita jalankan jika memang
prospektif.
Kalau kita punya duit dan modal tapi tidak ahli di bidang bisnis,
gunakan jurus BOTOL, tukas Purdi. Berani, Optimis, Tenaga, Orang Lain.
Jika kita punya modal, kenapa tidak kita serahkan pada yang ahli di
bidangnya sehingga bisnis tetap berjalan. Pendeknya kita tak harus
menggunakan tenaga sendiri untuk menjalankan bisnis.
Resep terakhir adalah jurus BOBOL. yaitu Berani, Optimis, Bisnis,
Orang, Lain. Ini dikeluarkan jika ide bisnis pun tak ada maka kita bisa
meniru bisnis orang lain tambah Purdi. Ibaratnya, bisnis adalah seperti
masuk ke kamar mandi yaitu dengan tidak banyak berpikir. Jika di kamar
mandi airnya kurang hangat, semua bisa diatur hingga sesuai dengan
keinginan kita.
Enterpreuner University, Kuliah Tanpa Gelar
Semua orang bisa jadi wirausahawan, ucap suami Triningsih Kusuma Astuti
ini yakin. Memang yang paling baik ditanamkan pendidikan enterpreuner
ini sejak kanak-kanak di dalam keluarga. Sebab, anak akan merekan
semuanya dalam memorinya dan selanjutnya akan menjadi pola pikir dan
cara perilaku anak di masa depannya. “Namun, itu bukanlah hal-hal
penentu keberhasilan. Begitu pula dengan faktor usia, kaya-miskin,
jenius atau tidak, juga gelar formal, kata pria yang juga menjadi dosen
tamu di beberapa universitas ini.
Untuk menjadi pengusaha tak perlu pintar dan memiliki embel-embel
gelar. Sebab jika terlalu pintar justru malah akan berhitung dan melihat
banyak resiko yang harus dihadapi sehingga nyalinya malah ciut.
Bayangkan anda kuliah Magister Manajemen (MM) di UI anda harus bayar 50
juta. Selesai kuliah mungkin anda merasa tidak punya uang, katanya lagi.
Keprihatinannya terhadap iklim bisnis di Indonesia menyebabkan Purdi
harus melakukan sesuatu. Tampilah ia sebagai bagian dari politisi yang
manggung di Senayan sampai tahun ini. Keinginannya adalah merubah pola
pendidikan saat ini yang berorientasi menjadi pekerja bukan pengusaha.
Seharusnya, menurut pria yang pernah menjadi ketua Himpunan Penguasaha
Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogya ini, ada alternatif lain dalam
sistem pendidikan kita. Paling tidak anak-anak diajarkan untuk berwira
usaha. Sayangnya idenya tidak mendapat tanggapan.
Saya merasa adanya universitas untuk mencetak pengusaha baru itu
penting. Kalau perlu universitas ini tidak perlu menggunakan aturan
formal, tanpa status,tanpa akreditasi, tanpa dosen, tanpa ijazah dan
tanpa gelar. Wisudanya pun dilakukan saat mahasiswa benar-benar membuka
usaha, ujar pria yang menerima Enterprise 50 dari Anderson Consulting
dan Majalah Swa ini serius.
Idenya ini diwujudkan dengan membentuk Enterpreuner University (EU).
Dengan dibimbing langsung oleh Purdi, EU kini telah memiliki 37
angkatan. Di sana tak ada nilai, ijazah maupun gelar. Menurut Purdi
masyarakatlah yang berhak menilai pengusaha itu memiliki kredibilitas
atau tidak, sukses atau tidak. Hal ini berbeda dengan pendidikan yang
memberlakukan ujian tapi tidak membolehkan siswanya mencontek.
Dalam dunia riil bisnis, yang namanya bertanya sah-sah saja.
Menyontek usaha orang lain juga boleh saja. Meniru kiat sukses pengusaha
lain juga silahkan. Nggak ada yang melarang, Purdi beralasan.
Di EU yang hanya memakan waktu 6 bulan dan kuliah seminggu 2 kali
ini, Purdi mengkonsentrasikan pendidikannya pada pengembangan kecerdasan
emosional, spiritual, mempertajam kreativitas dan intuisi bisnis
mahasiswanya. Materinya pun seputar nilai-nilai kewirausahaan seperti
pantang menyerah, kreatif dan inovatif, semangat tinggi, berani dan jeli
melihat peluang usaha. Purdi yakin kelak EU akan mencetak
pengusaha-pengusaha baru yang akan menggiatkan iklim investasi di
Indonesia.
sumber : http://www.purdiechandra.net/about/
Blog Informasi / Pengetahuan tentang Belajar Matematika, Book/Download, Dunia Blogging, Education/Pendidikan, Games, Kesehatan, Movies, Music, Pengetahuan, Perawatan Mobil, Perawatan PC/ Laptop, Resep Masakan, Software, Technology, Tips, Wiraswasta dll yang GRATIS bisa di akses oleh siapapun di dunia Maya ini. Semoga bermanfaat, berkah dan barokah buat semua. Semangat dan merdeka!!!